
PAMARTANUSANTARA.CO.ID | Komisi Pemilihan Umum (KPU) ngotot mempertahankan draft Peraturan KPU tentang Pilkada 2020 tentang eks koruptor tidak boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Alasannya, KPU tidak ingin masyarakat memiliki pemimpin dengan rekam jejak buruk karena akan berdampak negatif.
Keteguhan KPU atas larangan mantan narapidana koruptor mencalonkan diri sebagai kepala daerah, juga diiringi berbagai macam persoalan. Sebenarnya, tanpa larangan KPU inipun sebaiknya calon hendaknya sadar atas apa yang telah dilakukannya. Sebab, jangan mengaku calon pemimpin bersih berharap dukungan pemilih jika dirinya saja maling.
Apalagi, diera digital saat ini rekam jejak setiap orang sulit dikelabuhi. Jadi mau apalagi wahai calon peserta Pilkada 2020 engkau ngotot berharap dipilih. Niat baik KPU ini harus didorong tak hanya masyarakat, partai politik pun harus berani menolaknya. Termasuk, DPR dan Kementerian Hukum dan HAM.
Sebab, jika DPR dan Kemenkumham menolak niat baik KPU, justru akan menjadi bumerang. Apalagi, pemerintah dan DPR sepakat bahwa koruptor adalah musuh bersama. Sedangkan, Mahkamah Agung (MA) justru menolaknya. Tak hanya mantan koruptor, KPU juga melarang para mantan terpidana bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak.
Wacana larangan mantan koruptor mencalonkan diri sebagai peserta pemilu bukan hanya sekali ini dilemparkan KPU. Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lalu, KPU juga melarang mantan penjahat serupa ikut mencalonkan diri sebagai legislatif. Namun sayang, MA tegas menganulir wacana KPU.
Belakangan ini, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, KPU kembali melontarkan wacana itu memohon dukungan. “Tapi yang mereka setuju kan, jangan diatur di Peraturan KPU. Mestinya itu diatur di UU. Makanya kami dorong revisi UU Pemilu. Kami terus mendorong atur di UU, kalau diatur di KPU itu dianggap belum cukup,” ujar Arief di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Arief mengatakan, aturan itu juga sedang dalam tahap pembahasan bersama Kementerian Hukum dan HAM. Dalam tahapan itu, KPU akan mendengar argumentasi yang disampaikan partai politik. “KPU juga memperhatikan apa yang sudah diputus dalam yudisial review di MA. Nah semua itu jadi pertimbangan kita, termasuk hasil RDP yang terkahir. Nanti kita akan putuskan setelah harmonisasi selesai,” jelas Arief.
Larangan itu tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf H Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.
Larangan menyebutkan, warga negara Indonesia dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.
Sedangkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung penuh langkah KPU. Tujuannya, supaya lahirlah calon pemimpin yang bersih. Jadi, niat baik KPU ini harus didukung masyarakat. Kalaupun niat baik KPU ini kembali mental, sebagai pemilih masyarakat harua cerdas menggunakan hak pilihnya. Jangan pilih calon kepala daerah mantan korupsi, bandar narkoba dan penjahat seksual.
Ayo. Gunakan hak pilihmu dengan bijak supaya masa depan tiap daerah lebih maju tanpa memberi ruang gerak penjahat. Ingat, jika para penjahat itu masih terpilih maka suramlah negeri kita ini. **
